Langkah-langkah
Penelitian Hadits dan Pengaplikasiannya
A.
Pendahuluan
Sebagaimana halnya
al-Qur’an, al-hadits pun telah banyak diteliti oleh para ahli, bahkan dapat
dikatakan penelitian terhadap al-hadis lebih banyak kemungkinannya dibandingkan
penelitian terhadap al-Qur’an. Hal ini dikarenakan perbedaan dari segi datangnya
al-Qur’an dan hadits. Kedatangan (wurud),atau
turun (nuzul)nya al-Qur’an diyakini
secara mutawatir berasal dari Allah.
Tidak ada satu ayat al-Qur’an pun yang diragukan sebagai yang bukan berasal
dari Allah SWT. Sedangkan Hadits dari segi datang (al-wurud)nya tidak
seluruhnya diyakini berasal dari Nabi, melainkan ada yang berasal dari selain
Nabi. Hal ini selain disebabkan sifat dari lafadz-lafadz hadits yang tidak
bersifat mukjizat, juga disebabkan perhatian tarhadap penulisan hadis pada
zaman Rasulullah agak kurang, bahkan beliau pernah melarangnya dan juga karena
sebab-sebab yang bersifat politis dan lainnya.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini akan dibahas tentang
langkah-langkah penelitian hadits beserta cara mengaplikasikannya.
B. Tahap Penelitian
Hadits
Langkah awal penelitian hadits ialah at-takhrijul hadits, menurut pengertian asal bahasanya ialah
berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang satu. Kata lain dari
at-takhrij ialah al-istinbat
(mengeluarkan), at-tadrib (melatih),
dan at-taujih (memperhadapkan). Metode
yang dipakai dalam at-takhrij ada dua yaitu takhrijul
hadits bil-lafdz dan at-takhrijul
hadits bil-maudhu’. Adapun takhrijul
hadits bil lafdz berdasarkan lafalnya dan takhrijul hadits bil-maudhu’ berdasarkan topik masalahnya. Selain
itu menurut Endang Soetari ada lima metode takhrij,
yaitu:
- Takhrij dengan mengetahui rawi sahabat.
- Takhrij dengan mengetahui kalimat matan.
- Takhrij dengan mengetahui kalimat maudhu’ (tema).
- Takhrij dengan mengetahui keadaan rawi.
Sedangkan menurut para tokoh metode yang
dapat digunakan untuk meneliti hadits adalah:
- Meneliti hubungan hadits dengan dengan al-Qur’an beserta fungsi dan posisi sunnah dalam tafsir.
- Meneliti sejarah proses terjadi dan tersebarnya hadits mulai dari Rasulullah SAW. Sampai terjadinya pemalsuan hadits dan usaha para ulama’ untuk membendungnya dengan melakukan pencatatan sunnah.
- Meneliti dengan cara membahas, mengkaji dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan aktual yang muncul di masyarakat untuk kemudian diberikan status hukumnya dengan berpijak pada konteks hadits.
C. Model-model Penelitian Hadits
Peredaran dan pengaruh kedua macam kitab
yaitu kitab Sahih Bakhari (810-870)& Sahih Muslim (810-875) sangat luas, maka
belakangan datang para peneliti yang selain menggunakan pendekatan perbandingan
juga melakukan kritik. Ulama yang paling keras mengkritik Bukhari adalah
al-Daruquthni, yang mengatakan bahwa tidak semua hadits yang terdapat dalam
Sahih Bukhari dan Muslim diterima oleh ulama secara sepakat. Hal tersebut tidak
hanya datang pada Bukhari, melainkan datang juga kepada Muslim.
Menurut
hasil penelitian Jumhur Ulama, bahwa Sahih Bukhari lebih tinggi nilainya dari
Sahih muslim dengan alasan:
1)Persyaratan yang dikemukakan Bukhari lebih ketat
dibandingkan persyaratan yang dikemukakan Muslim.
2)Kenyataan menunjukan bahwa kritik terhadap Bukhari lebih sedikit dibandingkan kritik yang ditunjukan pada Imam Muslim.
3)Perawi hadis Bukhari yang dikritik adalah orang-orang yang diketahui keadaanya oleh Bukhari, atau Bukhari lebih kenal pada orang tersebut daripada orang yang mengkritiknya.
2)Kenyataan menunjukan bahwa kritik terhadap Bukhari lebih sedikit dibandingkan kritik yang ditunjukan pada Imam Muslim.
3)Perawi hadis Bukhari yang dikritik adalah orang-orang yang diketahui keadaanya oleh Bukhari, atau Bukhari lebih kenal pada orang tersebut daripada orang yang mengkritiknya.
Pada
sisi lain ada yang menilai bahwa Shaih Muslim jauh lebih memiliki kelebihan
dibandingkan dengan yang dimiliki Bukhari. Kelebihannya antara lain:
1)Sistematikanya lebih baik.
2)Dari segi redaksi, Muslim labih diterima daripada Bukhari, karena Muslim lebih banyak meriwayatkan dengan lafadz, sedangkan Bukhari lebih banyak meriwayatkan dengan makna.
1)Sistematikanya lebih baik.
2)Dari segi redaksi, Muslim labih diterima daripada Bukhari, karena Muslim lebih banyak meriwayatkan dengan lafadz, sedangkan Bukhari lebih banyak meriwayatkan dengan makna.
Berikut model-model penelitian:
1. Model H.M Quraish Shihab
Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul membumikan al-Qur’an hanya
meneliti dua sisi dari keberadaan hadits yaitu mengenai hubungan hadits denagn
al-Qur’an dan fungsi dan posisi sunnah dalam tafsir. Bahan penelitian beliau
adalah kepustakaan dan bacaan sedangkan sifat penelitiannya bersifat analitis.
Hasil penelitian beliau tentang fungsi hadits terhadap al-Qur’an menyatakan
bahwa al-Qur’an yaitu menjelaskan maksud firman-firman Allah.
2. Model Mushtafa Al-Siba’iy
Penelitian yang dilakukan Mustafa
ak-Siba’iy bercorak eksfloratif dengan menggunakan pendekatan histories dan
disajikan deskritif analitis. Hasil penelitian yang dilakukan beliau mengenai sejarah
proses terjadi dan tersebarnya hadits mulai dari Rasulullah sampai terjadinya
pemalsuannya hadits.
3. Model Muhammad al-Ghazali
Penelitian yang dilakukan Muhamad al-Gazali dari
segi kandungan, termasuk penelitian eksploratif, yaitu membahas, mengkaji dan
menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan aktual yang muncul di masyarakat
untuk kemudian diberikan status hukumnya dengan berpijak pada konteks hadis
tersebut. Corak penyajiannya masih bersifat deskriptif analitis. Dalam hasil
penelitiannya, ia mengemukakan tentang mayit yang diazab karena tangisan
keluarganya, tentang hukum qishash, shalat tahiyat masjid, etika makan, minum, antara
sarana dan tujuan dan masalah-masalah fiqih yang aktual lainnya.
4. Model Zain al-Diin ‘Abd al-Rahim bin
Al-Husain Al-Iraqiy
Dalam penelitiannya bersifat penelitian awal, yaitu penelitian yang
ditunjukan untuk menemukan bahan-bahan untuk digunakan membangun suatu ilmu.
Buku yang pertama kali mengemukakan macam-macam hadis yang didasarkan pada
kualitas sanad dan matannya, yaitu ada yang tergolomg sahih, hasan, dhaif.
Kemudin dilihat pula dari keadaan bersambung atau terputusnya sanad yang
dibaginya menjadi hadis musnad, muttasil, marfu, maukuf, mursal, al-munqatil.
Dilihat dari keadaan kualitas matannya dibagi menjadi hadits yang syadz dan munkar.
5. Model Penelitian Lainnya
Pada
model penelitian hadis ini yang diarahkan pada fokus aspek tertentu saja.
Misalnya, Rifat Fauzi Abd al-Muthallib pada tahun 1981, meneliti tentang
perkembangan al-Sunah pada abad ke-2 Hijriah. Hasil penelitiannya itu
dilaporkan dalam bukunya berjudul Tautsiq al-Sunnah fi al-Qurn al-Tsany
al-Hijri Ususuhu wa Itijahat.Selanjutnya Mahmud Abu Rayyah melalui telaah
kritis atas sejumlah hadis Nabi Muhammad SAW. Sementara itu Mahmud Al-Thahhan
khusus meneliti cara menyeleksi hadis serta penentuan sanad. Ada pula yang
menyusun buku-buku hadis dengan mengambil bahan-bahan pada hasil penelitian
lainnya.
D. Penerapan
Hadits
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah al-Qur’an.
Meskipun al-Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama, akan tetapi ada
beberapa perkara yang sedikit sekali al-Qur’an membicarakannya atau al-Qur’an
membicarakannya namun secara global saja, bahkan ada beberapa perkara yang
tidak dibicarakan dan Hadits-lah jalan keluar untuk memperjelas dan memperinci
ke-universalan al-Qur’an. Kedudukan hadits mendekati al-Qur’an, hadits memberi
penjelasan terhadap kandungan al-Qur’an yang mujmal, memberi pengecualian terhadap
yang ‘aam dalam al-Qur’an, membatasi kemutlakan pesan al-Qur’an, menguatkan
kandungan al-Qur’an dan menetapkan hukum baru, di dalam hadits terdapat
ketentuan agama yang tidak diatur dalam al-Qur’an.
Disinilah hadits diterapkan dan memiliki peran, yaitu memperjelas dan
memperincikan kandungan isi al-Qur’an atau sebagai sumber hukum agama Islam
yang kedua. Hal tersebut sudah disepakati para ulama’ dan seluruh umat Islam.
Hal ini sudah dijelaskan dalam al-Qur’an al-‘Imran ayat 132, Allah berfirman:
132.
Dan ta`atilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.
Oleh
karena itu seluruh umat Islam harus mengikuti hadits sebagaimana mengikuti
al-Qur’an.
Setelah
mengetahui kedudukan, fungsi dan sebab hadits dijadikan sebagai sumber ajaran agama,
maka kita selaku umat Islam harus mengaplikasikan atau menerapkan apa yang
diperintahkan atau dilarang dalam Hadits Nabi SAW. Dengan mengikuti cara hidup
rasul baik mengikuti perkataan, perbuatan ataupun ketetapan yang ditetapkan
rasul berarti kita telah dapat menerapkan isi dari hadits dalam kehidupan
sehari-hari.
Contoh dari pengaplikasian Hadits dalam kehidupan sehari-hari diantaranya yaitu tata cara shalat. Tata cara shalat merupakan pengaplikasian hadits nabi “ Sholluu kamaa raaitumuunii usolli”. Sebab dalam Al-qur’an tidak dijelaskan bagaimana cara melaksanakan shalat. Dalam Al-qur’an hanya ada ayat yang memerintahkan untuk shalat tanpa diperinci dengan tata caranya. Selain itu contoh penerapan hadits dalam kehidupan sehari-hari yaitu shalat berjamaah. Shalat berjamaah hukumnya sunnah muakkad yaitu sunnah yang sangat dianjurkan. Perbedaan nilai solat berjamaah, 27 kali lebih baik daripada shalat sendirian (munfarid). Hal tersebut sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim “ Shalat berjamaah itu lebih utama nilainya daripada shalat sendirian, sebanyak dua puluh tujuh derajat”. Namun, perlu juga diketahui bahwa tidak semua perbuatan Nabi menjadi ajaran yang wajib untuk diikuti. Memang betul bahwa para prinsipnya perbuatan Nabi itu harus dijadikan tuntunan dan panutan dalam kehidupan. Akan tetapi kalau kita sudah sampai detail masalah, ternyata tetap ada yang menjadi wilayah khushushiyah beliau. Ada beberapa amal yang boleh dikerjakan oleh Nabi tetapi haram bagi umatnya. Di sisi lain ada amal yang wajib bagi Nabi tapi bagi umatnya hanya menjadi Sunnah. Lalu ada juga yang haram dikerjakan oleh Nabi tetapi justru boleh bagi umatnya.
Contoh dari pengaplikasian Hadits dalam kehidupan sehari-hari diantaranya yaitu tata cara shalat. Tata cara shalat merupakan pengaplikasian hadits nabi “ Sholluu kamaa raaitumuunii usolli”. Sebab dalam Al-qur’an tidak dijelaskan bagaimana cara melaksanakan shalat. Dalam Al-qur’an hanya ada ayat yang memerintahkan untuk shalat tanpa diperinci dengan tata caranya. Selain itu contoh penerapan hadits dalam kehidupan sehari-hari yaitu shalat berjamaah. Shalat berjamaah hukumnya sunnah muakkad yaitu sunnah yang sangat dianjurkan. Perbedaan nilai solat berjamaah, 27 kali lebih baik daripada shalat sendirian (munfarid). Hal tersebut sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim “ Shalat berjamaah itu lebih utama nilainya daripada shalat sendirian, sebanyak dua puluh tujuh derajat”. Namun, perlu juga diketahui bahwa tidak semua perbuatan Nabi menjadi ajaran yang wajib untuk diikuti. Memang betul bahwa para prinsipnya perbuatan Nabi itu harus dijadikan tuntunan dan panutan dalam kehidupan. Akan tetapi kalau kita sudah sampai detail masalah, ternyata tetap ada yang menjadi wilayah khushushiyah beliau. Ada beberapa amal yang boleh dikerjakan oleh Nabi tetapi haram bagi umatnya. Di sisi lain ada amal yang wajib bagi Nabi tapi bagi umatnya hanya menjadi Sunnah. Lalu ada juga yang haram dikerjakan oleh Nabi tetapi justru boleh bagi umatnya.
E. Simpulan
Kita
selaku umat Islam yang berpedoman pada Al-qur’an dan Hadits wajib mengaplikasikan
atau menerapkan hadits dalam kehidupan sehari-hari. Diantara contoh
pengaplikasian hadits yaitu tata cara shalat. Tata cara shalat merupakan
pengaplikasian Hadits nabi “Sholluu kamaa raaitumuunii usolli”. Sebab dalam
Al-qur’an tidak dijelaskan bagaimana cara melaksanakan shalat. Dalam Al-qur’an
hanya ada ayat yang memerintahkan untuk shalat tanpa diperinci dengan tata
caranya. Namun perlu juga diketahui bahwa tidak semua perbuatan Nabi menjadi
ajaran yang wajib untuk diikuti. Memang betul bahwa para prinsipnya perbuatan
Nabi itu harus dijadikan tuntunan dan panutan dalam kehidupan. Akan tetapi
kalau kita sudah sampai detail masalah, ternyata tetap ada yang menjadi wilayah
khushushiyah beliau. Ada beberapa amal yang boleh dikerjakan oleh Nabi tetapi haram
bagi umatnya. Di sisi lain ada amal yang wajib bagi Nabi tapi bagi umatnya
hanya menjadi Sunnah, lalu ada juga yang haram dikerjakan oleh Nabi tetapi
justru boleh bagi umatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar