Selamat Datang Kawan di Blog SPI B

Senin, 30 April 2012

Islamisasi Asia Tenggara dan Pengaruh Islamisasi di Asia Tengggara


 Islamisasi di Asia Tengggara
Penyebaran islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia dan juga paling tidak jelas sumbernya. Secara umum ada dua proses yang mungkin telah terjadi. Pertama, penduduk pribumi mengalami kontak dengan agama islam kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia yang telah memeluk agama islam tinggal secara tetap di suatu wilayah Indonesia .Ruang ligkup kajian sejarah islam, Indonesai sejak abad 14 sampai abad ke19 yang menjadi perhatian para sejarawan adalah bagaimana proses masuknya islam di Asia Tenggara termasuk nusantara, darimana asal islam, siapa yang membawa serta pengaruh yang dihasilkan akibat islamisasi tersebut. Banyak para ahli yang mengemukakan teori tentang kapan islam datang, dari mana asalnya, serta siapa pembawa islam tersebut. Berikut adalah beberapa teori yang di kemukakan oleh para ahli yang menjelaskan tentang darimana, siapa yang membawa, serta bukti yang ada tentang masuknya islam ke nusantara.
 Pijnappel mengemukakan bahwaasal islam adalah dari Gujarat/ Malabar, yang dibawa oleh Orang-orang yang bermadzhab syafi’i yang berimigarasi dan menetap di wilayah India. Snouck Hurgronje, menerangkan islam datang ke nusantara pada abad ke-12, yan berasal dari anak benua India, dan di bawa oleh Para pedagang yang sebagai perantara perdagangan Timur Tengah dengan nusantara datang ke dunia Melayu, kemudian di susul dengan orang-orang arab yang kebanyakan keturunan Nabi. Moquette, menerangkan bahwa islam berasal dari Gujarat, yang di bawa oleh Para pengimpor batu nisan dari gujarat dengan mengimpor batu nisan ini maka orang nusantara mengambil islam, dan dikuatkan dengan bukti berdasarkan penelitian bentuk batu nisan di pasai (sumatera utara), khususnya yang bertanggal 17 dzulhijjah 831 h/ 27 sepetember 1428 m. batu nisan yang ada di Pasai pada masa itu mirip dengan batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat. Fatimi, berpendapat bahwa, islam berasal dari daerah Bengal, dengn bukti Batu nisan yang ada di Nusantara itu berbeda dengan batu nisan yang ada di gujarat melainkan sama dengan batu nisan yang ada di Bengal. Wintend, mengemukakan pendapat bahwa islam berasal dari Gujarat, yang dibawa oleh Pedagang muslim Gujarat, dengan bukti Batu Nisan yang di temukan mirip bentuk dan gayanya di bruas, pusat sebuah kerajaan kuno Melayu di Perak, yang batu nisan tersebut semuanya di datangkan dari Gujarat. Marisson, mengatakan bahwa islam masuk ke nusantara pada abad ke-13, dan berasal dari pantai Coromandel, yang dibawa oleh para penyebar muslim dari pantai coromandel, pernyatan tersebut dikuatkan dengan bukti, Ketika Islamisasi di Samudera-Pasai berlangsung, di Gujarat, Cambay masih menganut agama Hindu-Budha. Baru pada tahun 1298 M Gujarat ditaklukkan oleh kekuasaan Islam. Sedangkan raja pertama Pasai yang beragama Islam wafat pada tahun 1297. Jadi berselang satu tahun dari kematian raja Malikussaleh barulah Gujarat menganut agama Islam. Arnold, mengatakan bahwa islam datang pada abad 7 & 8, yang dibawa oleh Pedagang dari koromandel dan malabar dengan bukti Mayoritas musllim di Nusantarapengikut mazdhab Syafii, hal ini sama dengan muslim yang ada di Coromandel. Selain itu juga, Coromandel dan Malabar mempunyai peranan penting dalam perdagangan antara India dan Nusantara. Mereka diperkirakan tidak hanya berdagang melainkan juga menyebarkan agama Islam. Crawfud, mengatakan bahwa islam berasal dari Arabia, yang dibawa dengan cara Interaksi penduduk nusantara dengan kaum muslim yang berasal dari pantai timur India. Dengan bukti Mayoritas pedagang Arab yang datang ke Nusantara melakukan perkawinan dengan wanita lokal/Nusantara sehingga membentuk kelompok muslim Arab dan lokal. Keijzer, berpendapat bahwa islam berasal dari negara Mesir, dengan bukti Adanya persamaan madzhab antara nusantara dan mesir yaitu madzhab syafi’i. Nieman de Holander, mengatakan bahwa islam berasal dari Hadramaut, akan tetapi disini Nieman, tidak menjelaskan  kapan serta pembawanya. Sejarawan yang terahir adalah A.H. Jhon  yang mengatakan bahwa islam datang pada abad ke 13 yang dibawa oleh para sufi atau pengembara.[1]

Disamping teori-teori diatas juga terdapat satu teori tentang motif ekonomi dalam islamisasi yang juga dikemukakan oleh Anthony Reid, tetapi untuk periode yang berbeda. Menurut Reid,islamisasi sangat meningkat ketika nusantara berada dalam”masa perdagangan” pada abad ke-15 sampai abad ke-17.[2]Teori-teori diatas belum bisa menyatakan secara pasti kapan dan darimana islam itu berasal, hal ini disebabkan karena kurangnya data pendukung untuk menguatkan teori tersebut, melainkan juga karena satu teori yang dikemukakan oleh para ulama cenderung hanya mempertimbangkan satu hala saja,sedangkan hal yang lain tidak. Oleh karena itu setiap teori nyaris gagal menangkap kompleksitas dan kerumitan proses konversi dan islamisasi, jadi tidaklah aneh jika satu teori tertentu tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan menantang yang diajukan oleh teori lain yang muncul sebagai teori tandingan.[3] Jadi dapat dikatakan bahwa ada empat hal yang ingin disampaikan historiogarafi tradisional lokal semacam itu tentang beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli diatas,yaitu.pertama, Islam di Nusantara dibawa langsung dari Tanah Arab. Kedua,islam diperkenalkan oleh para guru atau juru dakwah professional,ketiga. Orang-orang yang pertama kali masuk islam adalah para penguasa.keempat, para guru profesional datang di nusantara pada abad ke 13 dan 14. Akan tetapi islamisasi tampaknyabaru mengalami penempatan khususnya selama abad ke-12 sampai abad ke-16.[4]
Disamping teori-teori serta bukti diatas juga terdapat beberapa bukti lain mengenai masuknya islam di Nusantara, bukti yang paling dipercaya mengenai penyebaran islam di masyarakat lokal Indonesia yaitu berupa prasasti-prasasti islam dan sejumlah catatan para musafir. Seperti batu nisan yang ditemukan di leran, Jawa timur, yang merupakn sebuah nisan seorang putri yang bernama Maimun.[5] Akan tetapi dengan adanya bukti tersebut belum bisa dipastikan kapan islam masuk ke masyarakat Jawa. seorang muslim Cina Ma Huan, mengunjungi daerah pesisir Jawa, ia melaporkan di dalam bukunya yang berjudul Peninjauan Umum Tentang Pantai-Pantai Samudra. Dia mengatakan terdpat 3 macam penduduk jawa yang pertama, orang-orang muslim dari barat, kedua,  orang Cina (yang sebagian beragama islam), ketiga, orang jawa yang menyembah berhala. Karena btu nisan trowulan dan troloyo menunjukan adanya orang-orang jawa yang beragama islam di istana kira-kira lima puluh tahun sebelum masa itu. Maka laporan Mahuan menegaskan bahwa agama islam memang sudah dianut oleh kalangan islam sebelum penduduk pesisir jawa mulai beralih keagama ini.[6]
            Pengislaman orang-orang Indonesia baru terjadi pada abad XIII, terutama pada abad XIV dan XV, pernyataan tersebut di dasarkan pada beberapa sumber primer dan sekunder, biasanya, berbentuk seperti legenda, yan mana penduduk Indonesia itu menceritakan kisah pengislaman mereka. Sumber cerita tersebut biasanya di himpun oleh arsip nasional sejak tahu 1970, yang sekarang banyak di terbitkan. Legenda tersebut berasal dari wawancara dengan tokoh atau rakyat setempat yang mengetahui sejarahnya.[7]  Semua legenda tersebut baru muncul lama sesudah kedatangan islam. Sumber primer yang digunakan disini antara lain yaitu: Hikayat raja-raja pasai, merupakan suatu naskah yang berbahasa melayu, legenda ini menceritakan tentang bagaiman islam masuk ke samudra pasai. Sejarah melayu, merupakan suatu naskah yang berbahasa melayu, yang berisi tentang masuk islamnya raja-raja malaka. Kedua naskah tersbut berbeda dengan legenda atau cerita mengenai islamisasi jawa yang telah dikenal sampai sekarang. Kalau naskah-naskah melayu memandang islamisasi sebagai suatu titik balik yang penting yang ditandai dengan tanda-tanda formal dari perubahan agama, akan tetapi sebaliknya dongeng-dongeng Jawa tidak megungkapkan islamisasi, akan tetapi dalam cerita-cerita jawa, peristiwa-peristwa ajaib masih tetap memainkan peranan penting.Babad Tanah Jawi, naskah ini berbahasa jawa yang beraneka ragam susunan dan uraianya. Naskah ini menisbahkan pengislaman pertama orang-orang jawa pada kegiatan sembilan wali(wali songo), namun nama-nama dan hubungan diantara kesembilan orang ini berbeda-beda dalam berbagai naskah.[8]Djaja diningrat memilah bagian-bagian Babad Tanah Jawi menjadi tiga tahap, yakni: 1. Zaman Kraton Mataram dan masa sebelumnya sampai tahun 1677, selesai disusun oleh pangeran Adi Langu II,sesaat sesudah tahun 1705.
2. zaman kraton Kartasura dari tahun 1677 sampai 1718. Yang diselesaikan oleh carik Bajra, semasa pemerintahan amngkurat IV(1718-1727)
3. zaman kraton kartasura dari tahun 1718 sampai 1743,selesai sesudah tahun 1757 dibawah pemerintahan sunan pakubuwana III(1749-1792).[9]
Sejarah Banten, merupakan sebuah naskah yang berbahasa Jawa lainnya, yang berisi cerita-cerita pengislaman, kebanyakan cerita-cerita ini bertarikh ahir abad XIX. Tapi dua diantaranya merupakan suatu salinan naskah asli yang ditulis pada tahun 1730-an dan 1740-an.
Disamping sumber-sumber tersebut juga ditemukan dua dokumen lagi yang membantu substansi pada cerita mengenai islamisasi. Kedua naskah tersebut berbahasa Jawa itu berisi ajaran-ajaran islam seperti yang diberikan di Jawa pada abad XVI. Naskah yang satu adalah sebuah primbon, yang berisi catatan yang di buat oleh seorang atau beberapa orang murid dari seorang ulama. Naskah yang satu lagi dinisbahkan oleh G.W.J Drewes kepada seorang ulamayang bernama syekh Baridan berisi pertimbangan terhadap serangkaian hal yang diperdebatkan kedua naskah itu bersifat ortodoks dan mistis.[10] Primbon tersebut mempunyai fungsi yaitu untuk memperhitungkan waktu baik dan buruk untuk melaksanakan perhelatan serta upacaranya. Di daerah pedesaan pada abad ke 19 juga masih hidup aliran tradisional seperti rati adilisme, milinerisme, nativisme, revivalisme dan lain sebagainya.[11]
Selain islamisasi Nusantara, Islamisasi di Asia Tenggara pun sangat menarik untuk di kaji, dalam hal ini islam di Asia Tenggara menyajikan bukti-bukti dari dalam maupun luar mengenai sejarahnya, sama dengan tradisi keagamaan lainnya. Bukti dari dalam berkaitan dengan soal iman sebagaiman bukti internal mengenai peralihan inggris menjadi kristen. Asia tenggara ini menggambarkan peristiwa-peristiwa gaib yang menyertai peralihan sebuah negara menjadi islam, namun perbedaan antara campur tangan ilahiah itu tentu perlu pula diperhatikan. Kronik-kronik melayu seperti kronik pasai, malaka, dan patani tidak berbeda secara mencolok dengan cerita yang berasal dari bagian dunia lain. Kronik-kronik ini tidak ragu menggambarkan kekuasaan para penguasa dan asal-asal negara dengan menggunakan konsep kekuatan magis yang berasala dari masa praislam. Seperti dalam tradisi islam jawa dan tradidi Banjaryang menjadi turunannya, kita menemukan unsur-unsur kepercayaan pra-islam secara jelas. Motif perbandingan agama paling jelas ditunjukan dalam hikayat banjar adalah bahwa pemimpin jipang di jawa Timur”sangat terkesima ketika melihat pancaran raja bungsu, yaitu raden Rahmat. Dia berlutut di depan raja Bungsu dan memohonuntuk di islamkan.[12]
Kehadiaran islan di asia Tenggara ini di bawah oleh kaum pedagang atau melalui perdagangan dan acap kali di perkuat dengan kekuatan politik dan militer. Tanpa keberhasilan saudagar muslim, orang-orang asia tenggara tidak akan perna sama sekali berhadapan dengan pilihan yang bernama islam, dan tanpa dukungan kekuasaan negara pilihan ini tidak akan mampu menjangkau mereka yang berada di luar pusat-pusat perdagangan.[13]
Dengan adanya penyebaran islam serta islamisasi yang terjadi di Asia Tenggara, maka banyak pengaruh yang terjadi di dalmanya seperti adanya arabisasi di dalam pemerintahan serta pemikiran politiknya. Dengan demikian gagasan-gagasan politik yang diambil oleh para penguasa Asia Tenggara adalah gagasan yang sesuai dengan pemikran politik pra-muslim di kawasan tersebut, seperti dalam sumber portugis, sebagai contoh sering merujuk pada “casizes”di negara asia tenggara kata ini diterjemahkan menjadi “kadi”, kata tersebut tidak merujuk pada para hakim islam dalam beberapa teks “casis” mungkin merupakan campuran antara dua kata, yaitu bahasa Arab”kasis” seorang pemimpin umat kristen, dan “kadi” hakim.[14]
Unsur-unsur hukum islam juga ditemukan di Asia Tenggara pada masa pra-kolonial, shari’ah digambarkan sebagai suatu sumber hukum dalam beberapa tulisan melayu. Seperti di Banten, jawa barat pada abad 17, jelas sebagai akibat pengaruh para ulama Islam hukuman-hukuman diberlakukan atas penggunaan tembakau dan ganji. Dikalangan negara-negara muslim Asia Tenggara, terdapat petunjuk-petunjuk tentang kehadiran hukum islam dan pelaksanaan hukum sebelum masa kekuasaan kolonial. Seperti di Aceh awal abad ke 17, ”setiap orang memberikan penghormatan kepada kodi tua”. Dan seperti telah di catat, tempat hukum dan hukuman Islam di terapkan, sultan menaraik para ulama Islam dari berbagai wilayah ke istana mereka.[15]Lembaga-lembaga islam yang ada di Asia tenggara, menetapkan bahwa hukum merupakan tanggung jawab raja, jadi siapapun yang melanggar hukum yang telah dinyatakan dalam undang-undang yang dibuat oleh raja dan wakilnya berarti bersalah dan melakukan pengkhianatan terhadap sang bagindanya. Seperti halnya orang melayu mereka beranggapan bahwa dirinya adalah sebagai hamba raja dan hukum juga adalah  milik raja. Sesuai dalam bukunya Milner yang berjudul Islam dan Martabat Raja Melayu
Undang-undang malaka melukiskan sultan yang memerintah sebagai pemilik undang-undang, dan perpaduan hukum islam dan hukum adat yang dicatat dalam buku hukum ternyata mempunyai titik acuanya yaitu raja. Pendahuluan yang terdapat dalam undang-undang tersebut menjelaskan bahwa adat ini turun ke kita, semenjak masa Iskandar Agung, dan bahwa keturunanya sulatan Mohammad Syah, raja muslim pertama dari malaka telah menetapkanya.[16]
Jadi, dalam Undang-Undang Melaka, hukum di kemukakan sebagai sebuah aspek martabat raja. Asas-asas yang dipaparkan dalam hukum ini seringkali digemakan dalam karya-karya tulis melayu. Raja sebagai pusat pemerintahan juga diterapkan dalam pemerintahan Melayu Muslim, yang mana kerajaan yang berpusat pada raja, yang bersifat seremonial, sangat bertentangan dengan citra sebuah negara islam sebagai komunitas orang-orang beriman yang diatur oleh hukum syaria’h.
 Islamisasi di Asia Tenggara, termasuk nusantara berpengaruh pada arabisasi pada nama-nama raja. Seperti raja-raja Melayu sering kali digambarkan memakai gelar-gelar Muslim setelah memeluk agama islam. Merah Siluh, sewaktu beralih agama islam menerima gelar Arab, yaitu sultan, dan dalam suatu sidang para pemimpin dan rakyatnya yang menyatakan Merah silu sebagai”bayang-bayang tuhan di bumi”(zill allah fil ‘Alam).[17] Dengan adanya arabisasi ini maka bahasa arab merupakan bahasa politik islam yang utama. Di dalam buku Renaisans Islam Asia Tenggara, karya Azyumardi Azra.
”Menurut Lewis, bahwa sumber bahasa politik islam yang utama dan pertama, adalah bahasa Arab, selanjutnya disusul oleh bahasa Persi dan Turki yang sangat jarang mengalami Arabisasi”.[18] Wilayah muslim Asia Tenggara, secara kultural kurang terarabisasi, bahasa Arab memainkan peran penting dalam kehidupan sosial keagamaan kaum muslim, berbagai suku bangsa tidak hanya mengadopsi peristilahan arab, tetapi juga istilah arab yang kemudian sedikit banyak disesuaikan dengan kebutuhan lidah lokal. Jadi banyak kosakata arab yang di adopsi bahasa Melayu-Indonesia, yang berkaitan dengan konsep atau soal-soal keagamaan: ibadah, hukum islam, pendidikan, dan tradisi sosial atau adat. Sebagian lagi diantara kosakata itu menyangkut politik.[19] Jadi, dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa politik islam di Asia Tenggara, tepatnya Melayu-Indonesia sangat dipengaruhi bahasa politik Islam yang berlaku di timur tengah.



[1] Azyumardi Azra, Jarinan Ulama Timur Tengah dan kepulauan nusntara Abad XVII dan VIII (Bandung: Mizan, 1994), hal. 2-7
[2] Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara (Bandung: Mizan, 2002).hal.32
[3] Ibid.., hal.24
[4]Ibid,,hal.31
[5] Ricklefs, M, C, Sejarah Indomesia Modern.cetakan kedelapan.(yogyakarta: UGM pers, 2005), hal.4
[6] Ibid,.,hal,8
[7] Kuntowidjoyo, Metodologi Sejarah. Edisi kedua.(Jogjakarta: Tiara Wacana, 2003), hal. 15
[8] Ricklef, sejarah Indonesia modern, hal.14-17
[9] De graff , Historiografi Indonesia: sebuah penagntar,(Jakarta; Gramedia, 1995), hal.103
[10] Ricklef.Sejarah Indonesia Modern. Hal.21
[11] Denys lombard, Nusa Jawa :Silang Buda, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), hal.Xii
[12]Anthony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara,(Jakarta: LP3ES, 2004) hal.22
[13] Ibid,.,hal.23
[14]A.C. Milner, “Islam dan Negara Muslim” dalam Azyumardi Azra (Ed.),prespektif Islam Di Asia Tenggara, ,(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1989) hal.147
[15]Ibid,.hal.148
[16] A.C.Milner, “Islam dan Martabat Raja Melayu”. Dalam azyumardi azra(ed.), Islam di asia tenggara  perspektif sejarah(Jakarta: yayasan Obor Indonesia, 1989), hal, 49
[17] Ibid,.,hal.52
[18] Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara: sjarah wacana dan kekuasaan,(Bandung: Rosda,1999),hal,75
[19] Ibid,,77


Tidak ada komentar:

Posting Komentar